SEJARAH PEMBENTUKAN PANCASILA
Penyusunan
UUD 1945 dan perumusan Dasar Negara kita yaitu Pancasila berlangsung pada
bagian akhir Jaman Penjajahan Jepang. Sebelum itu perlu kita ketahui, bahwa
Pemerintah Hindia Belanda yang menjajah Indonesia selang beratus – ratus tahun
lamanya pada tanggal 8 Maret 1942 telah menyerah kalah kepada tentara Jepang
yang menyerbu Indonesia. Semenjak tanggal itu seluruh daerah Hindia Belanda
berada di bawah kekuasaan Tentara Jepang sebagai “Terra Bellica” ( Daerah
Perang ) karena penduduk Jepang ( Accupaticbelli ) dan sejak itu pula habislah
masa penjajahan Belanda di Tanah Air Indonesia, namun dimulai pula masa
penjajahan Pemerintah Militer Jepang di Indonesia.
Dalam rangka merangkul bangsa – bangsa
Asia yang negerinya mereka duduki, orang Jepang telah memberikan “kemerdekaan”
kepada bangsa Birma dan bangsa Filipina. Kedua bangsa ini didahulukan, karena
negerinya merupakan front terdepan : Bima untuk menghadapi Inggris, sedangkan
Filipina untuk menghadapi Amerika Serikat. Tetapi Indonesia agak lambat akan
diberi hadiah “kemerdekaan” karena Indonesia ternyata tidak jadi merupakan
front menghadapi Australia.
Kepada bangsa Indonesia pada tanggal 7
September 1944 Perdana Menteri Koiso atas nama Pemerintahan Jepang telah
mengeluarkan janji politik “kemerdekaan Indonesia dikemudian hari” (yang
menurut rencana akan diberi pada tanggal 24 Agustus 1945). Hal ini dilakukan
dalam rangka tahap akhir strateginya tatkala kekalahan sudah diambang pintu
sehingga memerlukan dukungan dalam usaha perangnya. Menurut strategi itu,
mereka akan mengadakan pertahanan terakhir di Indonesia dan bertolak dari situ
akan berusaha memperoleh perdamaian yang merupakan hasil negosiasi.
A. Pembentukan BPUPKI
Dalam
rangka janji politik pemberian “kemerdekaan”, maka pada tanggal 29 April 1945
Pemerintah Militer Jepang di Indonesia telah membentuk suatu Badan yang diberi
nama “Dokuritsu Junbi Cosakai” atau Badan Penyeledik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI pada tanggal 28 Mei 1945 dilantik oleh
Tentara keenambelas Jepang di Jawa, Letnan Jendral Kumakici Harada.
Tujuan
atau tugas dari BPUPKI ialah menyelidiki hal – hal yang penting mengenai
kemerdekaan Indonesia serta menyusun berbagai rencana yang penting untuk
kemudian mempersiapkan serta memberikan segala sesuatu sebagai bahan untuk
diperbincangkan kepada suatu Badan lain yang kemudian akan dibentuk yang akan
bertugas mengambil keputusan tentang bahan yang mengenai kemerdekaan itu.
Susunan
keanggotaan BPUPKI adalah sebagai berikut :
Ketua :
Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda :
Raden Pandji Soeroso ( merangkap Kepala Kantor atau Kepala Sekretariat )
Ketua Muda :
Ichibangase ( tidak aktif )
Anggota
lainnya sebanyak 60 orang bangsa Indonesia, diantaranya 4 orang keturunan Cina,
seorang keturunan Belanda dan seorang lagi keturunan Arab.
BPUPKI
terdiri dari dua bagian, yaitu :
I.
Bagian Perundingan diketuai oleh Dr.
KRT. Radjiman Wediodiningrat.
II. Bagian
Tata Usaha diketuai oleh Raden Pandji Soeroso dan wakilnya Mr. A. G.
Pringgodigdo.
Masa Sidang Ke – I : 29
Mei 1945 – 1 Juni 1945
Pada
sidang pertama dalam kata pembukaanny, ketua Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat
meminta pandangan para anggota mengenai dasar Negara Indonesia Merdeka yang
akan dibentuk. Ternyata ada tiga anggota yang memenuhi permintaan Ketua yakni
secara khusus membicarakan dasar negara.
Konsep
– konsep Dasar Negara yang mereka ajukan adalah sebagai berikut :
1.
Mr.
Muh. Yamin ( 29 Mei 1945 )
a. Peri
Kebangsaan
b. Peri
Kemanusiaan
c. Peri
Ketuhanan
d. Peri
Kerakyatan
e. Kesejahteraan Rakyat
Ini
dikemukan beliau secara lisan, selanjutnya beliau mengajukan rumusan tertulis
sebagai berikut :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kebangsaan
Persatuan Indonesia
3. Rasa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Prof. Dr. Supomo ( 31 Mei 1945 )
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan
Lahir dan Batin
4. Musyawarah
5. Keadilan
Rakyat
3. Ir. Soekarno ( 1 Juni 1945 )
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme
atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat
atau Demokrasi
4. Kesejahteraan
Sosial
5. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Konsep
Dasar Negara ini oleh beliau atas petunjuk teman seorang ahli bahasa dinamakan
: Panca Sila.
Panca
Sila ini oleh beliau dapat diperas menjadi Tri
Sila, yaitu :
1.
Socio-Nationalisme
2.
Socio-Democtratie
3.
Ke-Tuhanan
Selanjutnya
Tri Sila dapat diperas menjadi Eka Sila,
yaitu : Gotong Royong.
Setelah
selesai persidangan pertama BPUPKI, rupa-rupanya telah dibentuk suatu Panitia
Kecil (8 Anggota) di bawah pimpinan Bung Karno. Lengkapnya adalah sebagai
berikut :
1. Bung
Karno
2. Bung
Hatta
3. Sitardjo
Kartohadikusumo
4. Wachid
Hasjim
5. Ki
Bagus Hadikusumo
6. Otto
Iskandardinata
7. Muh.
Yamin
8. A.
A Maramis
Panitia kecil ini beertugas menampung
saran-saran, usul-usul dan konsepsi-konsepsi para anggota yang oleh Ketua telah
diminta untuk diserahkan melalui Sekretariat.
Pada rapat pertama persidangan ke-II BPUPKI
pada tanggal 10 Juli 1945 Panitia Kecil ini diminta laporan oleh Ketua Radjiman
yang telah pula dipenuhi oleh ketuanya, Bung Karno.
Panitia Kecil, seperti yang dilaporkan oleh
ketuanya, pada tanggal 22 Juni mengambil prakarsa untuk mengadakan pertemuan
dengan 38 anggota BPUPKI, yang sebagian diantaranya sedang menghadiri sidang
Cuo Sangin (sebuah badan penasehat yang dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan
Jepang). Pertemuan itu oleh Bung karno ditugaskan merupakan “rapat pertemuan
antara Panitia Lecil dengan anggota-anggota Dokuritsu Junbi Cosakai” Pada
pertemuan itu telah ditampung lebih lanjut saran-saran dan usul-usul lisan dari
pihak anggota BPUPKI.
Pertemuan
itulah yang telah membentuk sebuah panitia kecil lain, yang kemudian terkenal
dengan sebutan “Panitia Sembilan”, yang terdiri dari :
1. Ir.
Soekarno
2. Drs.
Moh. Hatta
3. Mr.
A. A. Maramis
4. Abikusno
Tjokrosujoso
5. H.
Agus Salim
6. Mr.
Achmad Subarjo
7. K.
H. Wachid Hasjim
8. Abdulkahar
Yamin
Panitia ini dibentuk karena kebutuhan untuk
mencari modus antara apa yang disebut “golongan Islam” dengan apa yang disebut
“golongan Kebangsaan” mengenai soal agama dan negara. Persoalan ini
rupa-rupanya sudah timbul selama persidangan pertama, dan mungkin sudah
sebelumnya juga. Panitia berhasil mencapai modus itu yang diberi bentuk suatu
rancangan pembukaan hukum dasar. Inilah yang terkenal dengan nama yang
diberikan oleh Muh. Yamin yakni “Piagam Jakarta” (22 Juni 1945). Dalam Piagam
Jakarta termasuk pula konsepsi rumusan dasar negara, yang berbunyi sebagai
berikut :
1.
Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syareat Islam bago pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusya-waratan perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Rumusan
Panitia Sembilan, yaitu Piagam Jakarta diterima baik dan diserahkan oleh
Panitia Kecil dan dilaporkan kepada sidang pleno BPUPKI.
Masa Sidang Ke-II : 10
Juli 1945 – 16 Juli 1945
Dalam
persidangan ke-II dibentuk sebuah Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang
beranggotakan 19 orang sebagai berikut :
1.
Ir. Soekarno
2.
A. A. Maramis
3.
Otto Iskandardinata
4.
Poeroeboyo
5.
H. Agus Salim
6.
Achmad Subarjo
7.
Supomo
8.
Maria Ulfah Santoso
9.
Wachid Hasjim
10.
Parade Harahap
11.
Laturhary
12.
Susanto Tirtiprodjo
13.
Sartono
14.
Wongsonegoro
15.
Wuryaningrat
16.
Singgih
17.
Tang Eng Hoa
18.
Husein Djojodiningrat
19.
Sukiman
Kepada
Panitia inilah segala persoalan undng-undang dasar termasuk soal pembukaan atau
preambulenya.
Dalam rapatnya pada tanggal 11 Juli 1945,
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi
preambule yang diambil dari Piagam Jakarta. Selanjutnya dibentuk sebuah
“Panitia kecil perancang undang-undang dasar”, yang bertugas menyusun
Undang-Undang Dasarnya sendiri (Batang Tubuh).
Anggotanya
adalah sebagai berikut :
1. Prof.
Dr. Supomo (Ketua)
2. Wongsonegoro
3. Achmad
Subardjo
4. Maramis
5. Singgih
6. Agus
Salim
7. Sukiman
Dua
hari kemudian, pada tanggal 13 Juli 1945, Panitia Kecil ini telah dapat
melaporkan hasil kerjanya kepada Sidang lengkap Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar, kemudian dibentuk pula “panitia penghalus bahasa”, yang terdiri dari :
1. Husein
Djojodiningrat
2. Agus
Salim
3. Supomo
Tugasnya
untuk menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan undang-undang dasar yang
sudah dibahas itu.
Pada tanggal 14 Juli 1945 rapat pleno
BPUPKI dalam rangka persidangan ke-II dilanjutkan untuk menerima laporan
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Bung Karno selaku ketua melaporkan tiga
hasil Panitia, yakni :
1. Pernyataan
Indonesia Merdeka
2. Pembukaan
Undang-Undang Dasar
3. Undang-Undang
Dasar-nya sendiri (Batang Tubuh)
Setelah melalui pembahasan yang mendalam
dalam rapat-rapat pleno tanggal 14, 15 dan 16 Juli 1945 dengan mengalami
perubahan-perubahan yang disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang Dasar
diterima seluruhnya oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945.
B. Pembentukan PPKI
Dengan selesainya BPUPKI , menyusun
Rancangan Undang-Undang Dasar, maka selesailah sudah tugas dari Badan tersebut
(Dokuritsu Junbi Cosakai).
Bersamaan dengan keadaan perang yang makin
memburuk bagi pihak Jepang dan sebelum Jepang menyerah, pemerintah Jepang di
Indonesia membubarkan BPUPKI dan pada tanggal 9 Agustus 1945 membentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dalam bahasa Jepang disebut
“Dokuritsu Junbi Linkai”. PPKI yang beranggotakan 21 orang diketuai oleh Ir.
Soekarno dan Wakil Ketua Drs. Moh. Hatta, sebelum PPKI dapat bekerja, Jepang
setelah mengalami kejatuhan Bom Atom di Nagasaki dan Hiroshima menyerah kalah
pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Bangsa
Indonesia menyatakan Kemerdekaannya dengan suatu Proklamasi. Sehari kemudian,
yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI yang dinyatakan sebagai Badan Nasional
yang terlebih dahulu ditambah anggotanya dengan 6 orang menjadi 27 anggota
mengadakan sidangnya yang pertama.
Pada
sidang pertama itu telah diambil keputusan-keputusan sebagai berikut :
1)
Menetapkan dan mensyahkan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yang bahan-bahannya hampir seluruhnya diambil dari
Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disusun oleh Panitia Sembilan pada
tanggal 22 Juni 1945.
2)
Menetapkan dan mengesahkan Undang-Undang
Dasar 1945, yaitu Batang Tubuh yang
bahan-bahannya hampir seluruhnya diambil dari Rancangan Undang-Undang Dasar
pada tanggal 16 Juli 1945.
3)
Memilih ketua PPKI Ir. Soekarno dan
Wakil Ketua PPKI Drs. Moh. Hatta masing-masing menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia.
4)
Ditetapkan pula, pekerjaan Presiden
untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah komite nasional.
Perlu diketahui, bahwa sila pertama Pancasila yang
termaktub dalam Rancangan Pembukaan UUD yang diterima oleh BPUPKI pada tanggal
16 Juli 1945 yang berasal dari Piagam Jakarta yang berbunyi : Ke-Tuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syareat islam bagi pemeluk-pemeluknya, pada
tanggal 18 Agustus 1945 diubah bunyinya menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Perubahan tersebut adalah disebabkan adanya keberatan dari Bangsa Indonesia di
wilayah Timur yang beragama Nasrani.
Dengan
demikian rumusan yang disyahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dari Pancasila
adalah sebahai berikut :
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada
tanggal 19 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang kedua dan memutuskan mengenai :
1. Hal-hal
yang memerlukan perhatian (Pembagian wilayah Indonesia dalam 8 Provinsi, dan
tiap-tiap Provinsi dibagi dalam Keresidenan-Keresidenan); Panitia Otto Iskandar
Dinata.
2. Pembentukan
departemen-departemen pemerintahan; Panitia Subardjo.
3. Pembentukan
Partai; Diserahkan kepada Ketua.
4. Penjelasan
UUD (GBHN)